DUNIA TIDAK LEBIH DARI BAYANGAN YANG AKAN MUDAH BERPINDAH DAN MUSNAH

BIARKAN SAJA

“Dunia itu tidak lebih dari bayangan yang akan mudah berpindah dan musnah”

– Imam Al-Ghazali –

Suatu hari seorang sufi sedang melakukan pengembaraan yang panjang. Setelah mengarungi padnag sahara, keluar masuk desa unutk mencari kebenaran sejati, dia kemudian terjebak malam di sebuah desa. Di desa itu sang sufi akhirnya mencari tempat untuk bersinggah.

Seperti biasa, sang sufi tidak memiliki apapun. Hartanya hanya buntelan pakaian apa adanya. Pakaian yang dikenakan juga amat lusuh. Sang sufi kemudian berhenti disebuah gubuk. Kepada pemilik gubuk sang sufi menceritakan maksudnya: kalau bisa agar diizinkan menginap semalam.

Sang pemilik gubuk ternyata juga amat miskin. Dia tidak memiliki apa-apa. yang bisa diberikan kepadasang sufi. Keramhan dan kebaikan hatinya mendorong untuk menolong sang sufi.

” Aku tidak memiliki apa-apa yang bisa aku suguhkan malam ini. Tentunya tuan sangat lapar,” kata sang pemilik gubuk.

Sang pemilik gubuk lantas mengajak sang sufi ke rumah orang paling kaya di desa itu. Setelah berjalan agak lama, sampailah mereka ke rumah yang dituju. Sang pemilik rumah adalah orang yang sangat kaya. Dia memiliki ladang yangsangat luas dan ternak yang cukup banyak. Para penduduk di desa ini rata-rata menjadi kulinya.

Sang pemilik gubuk lantas menceritakan tentang sang guru sufi. Oleh syakir, pemilik rumah itu, sang sufi diajak masuk. Sang pemilik gubuk lantas berpamit pulang.

Malam itu sang sufi mendapatkan perjamuan yang istimewa dari syakir. Semalaman sang sufi diminta bercerita tentang pengembaraannya. Cerita begitu mengasyikkan sehingga waktu berlalu begitu cepat. Pagi harinya sang sufi minta pamitan karena harus melanjutkan pengembaraannya.

Ketika hendak pulang, sang guru sufi mengucapkan terima kasih dan emmuji kekayaan yang dimilki syakir. Dengan rendah hati. syakir hanya bisa berujar “Ini akan berlalu..”

Hari terus berganti. Hampir 7 tahun sudah ketika tiba-tiba sang guru sufi melintasi desa syakir. Sang sufi pun ingin berjumpa dengannya. Setelah bertanya kepada setiap orang yang ia temui di jalan desa itu, sang sufi diantar oleh seseorang menemui syakir.

Betapa terkejutnya sang sufi karena syakir yang kaya raya kini hanya menjadi seornag buruh yang tinggal disebuah gubuk sempit, milik majikannya, Haddad. Meskipun demikian ada yg tidak berubah dari diri syakir, yakni keramahannya.

Malam itu sang sufi bermalam di gubuk syakir. Syakir menceritakan apa yang menimpa dirinya. Semua ternak dan ladangnya hancur karena kekeringan yang panjang. Semua ternaknya habis dan tanahnya dijual untuk menyambung hidup kelaurga. Sang sufi dengan penuh keharuan mendengarkan setiap potongan cerita, hingga waktupun cepat berlalu.

Pagi harinya, seperti biasa sang sufi berpamit pulang dengan berbekal iba kepada sahabatnya, seraya berucap, “Saya ikut berduka atas segala kemalangan yang menimpamu.”

Sang sufi kemudian memeluk syakir sambil menepuk bahunya dan berkata, “bersabarlah..!”

Tapi syakir dengan senyuman ramah dan tulus membalas dengan segala optimisme, “Tidak ada masalah, Ini akan berlalu..”

Kata-katnya begitu bergema ditelinga sang sufi. Sang guru sufi terus mendengarkan perkataan “Ini akan berlalu..”.

Sepertinya bibir sahabatnya menempel di telinga sang guru sufi.

Tahun sudah berganti dan sang sufi bertekad melakukan ibadah haji. Kemudian melakukan perjalanan panjang lagi. Selepas haji sang sufi merasa rindu kepada sahabatnya dan akhirnya sang sufi mengunjungi desa syakir. Ketika berjumpa dengan syakir, sang sufi benar-benar dibuatnya terkejut kembali. Karena sekarang syakir sudah menjadi orang terkaya di desa itu.

Seperti biasa sang sufi bermalam ditempat syakir. Sang sufi pun bertanya kepada syakir, apa yang membuat dirinya menjadi kaya raya?

Syakir bercerita, kalau majikannya (Hadad) tidak memiliki seorang ahli waris. Karena kebaikan hati Haddad, kemudian dia mewariskan semua kekayaannya kepada dirinya. Sang guru sufi terkagum-kagum. Malam itu berlalu begitu cepat. Pagi segera menjelang, Sang sufi pun pamit pulang.

Ketika pamit sang sufi berkata, ” Saya ikut bahagia melihat engkau bahagia.”

Sembari melepas sang guru sufi, Syakir bersaut, “Ini pun akan berlalu.”

Sang sufi menjadi bingung dibuatnya. Kenapa setiap ia hendak pamit meninggalkan sahabatnya, dia selalu berkata, “Ini pun akan berlalu.”

Hari-hari terus berlalu. Sudah lama jiga sang sufi tidak mengunjungi sahabatna. Maka ketika dia melakuakan pengembaraan, sang guru sufi pun menyempatkan untuk mengunjungi rumah sahabatnya. Setelah berhari-hari melakukan perjalanan sampailah sang guru sufi di desa sahabtnya.

Keanehan terjadi. Sang sufi tidak dapat berjumpa sahabatnya, Syakir. Sahabatnya telah lama meninggal. Sang sufi kemudian mengunjungi makan sahabatnya. Dengan diantar seorang warga, sang sufi sampai di kuburan sahabatnya. Betapa terkejutnya sang sufi karena dia menemukan kata-kata : “Ini pun akan berlalu.” terpahat di atas nisan sahabatnya.

Setelah berdoa kepada Allah SWT, pikiran sang guru sufi menjadi benar-benar dibuat bingung: bagaimana nisan bisa berubah? Kalau kekayaan dan kemiskinan berubah itu lumrah. Bagaimana mungkin nisan berubah?

Sang sufi kemudian pulang. Hari demi hari terus dijalaninya untuk melanjutkan pengembaraannya. Sudah lama juga hari-hari itu berlalu ketika tiba-tiba sang gruu sufi teringat kata-kata sahabatnya : “Ini pun akan berlalu.”

Sang sufi pun merasa penasaran, kemudian ia kunjungi uburan sahabatnya. Ia ingin tahu apa yg terjadi dengan kuburan sahabatnya. Singkat cerita sang sufi sampai di makam sahabatnya dan sangat terkejut ketika melihat kuburan sahabatnya dan batu nisannya hilang.

Sang sufi kemudian mencari tahu. Dari warga desa diketahui bahwa desa Bukit Pasir dilanda banjir besar. Segalanya porak poranda, termasuk kuburan dan nisan sahabatnya hilang. Sang sufi benar-benar dibuatnya bingung. Namun, sang sufi kemudian mengurai semua misteri yang tersimpan di balik kata sahabatnya itu : “Ini pun akan berlalu.”

Saat umur sang guru sufi kian tua, ia memutuskan untuk menetap di desanya. Setiap harinya sang sufi sibuk membantu orang-orang mencari pencerahan jiwa. Lama kelamaan nama dan popularitas sang sufi menjadi tersebar. Orang-orang yang mengunjunginya semakin ramai.

Pada suatu hari dia mendapat surat dari seorang pembantu raja. DAlam suratnya diceritakan bawa sang raja terus dirundung duka dan kesedihan. Berbaga hiburan dan hadiah tetap tidak ada yang bisa mengubahnya. Karena bulan depan raja berulang tahun, hadiah apa yang kira-kira bisa membuat sang raja bahagia?

Setelah membaca surat itu, sang guru sufi termangu. Lembaran surat masih terbuka di tangannya. Pikirannya tiba-tiba menerawang ke sahabat yang sangat dikaguminya, Syakir.

Sang guru sufi kemudian masuk kedlaam gubuknya. Lalu iamenuliskan sesuatu di atas kertas untuk pembantu raja. Sang sufi kemudian memasukkan kertas yang baru ditulisinya ke dalam amplop kemudian diberikan kepada pembantu raja itu.

Ini benar-benar keajaiban. Ketika hari ulang tahun sang Raja tiba, berbagai hiburan dan hadiah dipersembahkan. Anehnya semua tetap tidak ada yg bisa membuat Raja tersenyum, meski hanya sesungging senyuman.

Tapi, ketika sang Raja menerima hadiah sebuah cincin yang terbuat dari emas dan bertuliskan kata-kata “Ini pun akan berlalu.”, tiba-tiba sang raja tersenyum merekah. Sang raja nampak bahagia begitu menatapi cincin tersebut. Sang Raja kemudian mengenakan cincin itu dijari manisnya.

“Ini pun akan berlalu.”

“Tidak perlu ada kesedihan,” gumam snag raja dalam hati sembari memasukkan jari manisnya kedalam lubang cincin itu.

Ya semua tidak akan ada yg abadi sobat, semua akan berlalu jadi jalani saja setiap skenario yang sudah Allah buat dengan tawakkal.

Related Posts :

0 Response to "DUNIA TIDAK LEBIH DARI BAYANGAN YANG AKAN MUDAH BERPINDAH DAN MUSNAH"