Biografi KH. HASYIM ASYARI
Kyai Haji Mohammad Hasyim Asy'ari, bagian belakangnya juga sering dieja Asy'ari atau Ashari, lahir 10 April 1875 (24 Dzulqaidah 1287H) dan wafat pada 25 Juli 1947; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang, adalah pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi massa Islam terbesar di Indonesia.
Riwayat Keluarga
KH Hasyim Asy'ari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Hasyim adalah putra tiga dari 11 bersaudara. Namun keluarga Hasyim adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang. Sementara mengundang sendiri, Kyai Asy'ari, pimpinan Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam yang kokoh untuk Hasyim.
KH Hasyim Asy'ari adalah putra ketiga dari 11 bersaudara. Ayahnya bernama Kyai Asyari, pemimpin Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Ibunya bernama Halimah. Dari garis ibu, Hasyim merupakan keturunan kedelapan dari Jaka Tingkir (Sultan Pajang). Hasyim adalah putra tiga dari 11 bersaudara. Namun keluarga Hasyim adalah keluarga Kyai. Kakeknya, Kyai Utsman memimpin Pesantren Nggedang, sebelah utara Jombang. Sementara mengundang sendiri, Kyai Asy'ari, pimpinan Pesantren Keras yang berada di sebelah selatan Jombang. Dua orang yang menanamkan nilai dan dasar-dasar Islam yang kokoh untuk Hasyim.
Silsilah Nasab
Merunut untuk silsilah dia, melalui Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin) KH Hasyim Asy'ari memiliki garis keturunan sampai dengan Rasulullah dengan melanjutkan melalui berikut:
Merunut untuk silsilah dia, melalui Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin) KH Hasyim Asy'ari memiliki garis keturunan sampai dengan Rasulullah dengan melanjutkan melalui berikut:
Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin)
Abdurrohman / Jaka Tingkir (Sultan Pajang)
Abdul Halim (Pangeran Benawa)
Abdurrohman (Pangeran Samhud Bagda)
Abdul Halim
Abdul Wahid
Abu Sarwan
KH. Asy'ari (Jombang)
KH. Hasyim Asy'ari (Jombang)
Abdurrohman / Jaka Tingkir (Sultan Pajang)
Abdul Halim (Pangeran Benawa)
Abdurrohman (Pangeran Samhud Bagda)
Abdul Halim
Abdul Wahid
Abu Sarwan
KH. Asy'ari (Jombang)
KH. Hasyim Asy'ari (Jombang)
Menurut catatan nasab Sa'adah BaAlawi Hadramaut, silsilah dari Sunan Giri (Raden Ainul Yaqin) adalah keturunan Rasulullah SAW, yaitu sebagai berikut:
Muhammad bin Ali
Ali Zainal Abidin
Muhammad al-Baqir
Ja'far ash-Shadiq
Ali al-Uraidhi
Muhammad an-Naqib
Isa ar-Rumi
Ahmad al-Muhajir
Ubaidullah
Alwi Awwal
Muhammad Sahibus Saumiah
Alwi ats-Tsani
Ali Khali 'Qasam
Muhammad Shahib Mirbath
Alwi Ammi al-Faqih
Abdul Malik (Ahmad Khan)
Abdullah (al-Azhamat) Khan
Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan)
Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar)
Maulana Ishaq
dan 'Ainul Yaqin (Sunan Giri)
Ali Zainal Abidin
Muhammad al-Baqir
Ja'far ash-Shadiq
Ali al-Uraidhi
Muhammad an-Naqib
Isa ar-Rumi
Ahmad al-Muhajir
Ubaidullah
Alwi Awwal
Muhammad Sahibus Saumiah
Alwi ats-Tsani
Ali Khali 'Qasam
Muhammad Shahib Mirbath
Alwi Ammi al-Faqih
Abdul Malik (Ahmad Khan)
Abdullah (al-Azhamat) Khan
Ahmad Syah Jalal (Jalaluddin Khan)
Jamaluddin Akbar al-Husaini (Maulana Akbar)
Maulana Ishaq
dan 'Ainul Yaqin (Sunan Giri)
Pendidikan:
Mulai anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. Di antara teman sepermainannya, ia tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu meminta santri-santri yang lebih besar setuju dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren PP Langitan, Widang, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan KH Cholil Bangkalan.
Mulai anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan Hasyim memang sudah nampak. Di antara teman sepermainannya, ia tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia sudah membantu meminta santri-santri yang lebih besar setuju dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren PP Langitan, Widang, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren Kademangan, Bangkalan di bawah asuhan KH Cholil Bangkalan.
KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, ia berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.
Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kyai Ya'qub inilah, agaknya, Hasyim benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kyai Ya'qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya'qub sendiri kesengsem berat bagi pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan hanya mendapat ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang baru keluar 21 tahun, dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya'qub. Tidak lama setelah menikah, Hasyim bersama menyambut berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, kemudian pulang dan meninggal.
Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Setelah dihabiskan di Mekah selama 7 tahun dan berguru di Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Ibrahim, Yaman, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyidwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsyi. Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian ia mendirikan Pesantren Tebuireng, Jombang. Kyai Hasyim bukan saja Kyai ternama, dibeli juga sebagai petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, Biasanya Kyai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat membicarakan ia membicarakan sawah-sawahnya. Terkadang pergi juga berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya.
Silsilah Keilmuan
KH Muhammad Saleh Darat, Semarang
KH Cholil Bangkalan
Kyai Ya'qub, Sidoarjo
Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau
Syaikh Mahfudz At-Tarmasi
Syaikh Ahmad Amin Al Aththar
Syaikh Ibrahim Arab
Syaikh Kata Yamani
Syaikh Rahmaullah
Syaikh Sholeh Bafadlal
Sayyid Abbas Al Maliki
Sayyid Alwi bin Ahmad As Segaf
Sayyid Husain Al Habsyi
Sayyid Sulthan Hasyim al-Daghistani
Sayyid Abdullah al-Zawawi
Sayyid Ahmad bin Hasan al-Atthas
Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi
Memperoleh ijazah dari Habib Abdullah bin Ali Al Haddad
KH Cholil Bangkalan
Kyai Ya'qub, Sidoarjo
Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau
Syaikh Mahfudz At-Tarmasi
Syaikh Ahmad Amin Al Aththar
Syaikh Ibrahim Arab
Syaikh Kata Yamani
Syaikh Rahmaullah
Syaikh Sholeh Bafadlal
Sayyid Abbas Al Maliki
Sayyid Alwi bin Ahmad As Segaf
Sayyid Husain Al Habsyi
Sayyid Sulthan Hasyim al-Daghistani
Sayyid Abdullah al-Zawawi
Sayyid Ahmad bin Hasan al-Atthas
Sayyid Abu Bakar Syatha al-Dimyathi
Memperoleh ijazah dari Habib Abdullah bin Ali Al Haddad
Penerus Beliau
(Murid):
(Murid):
Ribuan santri menimba ilmu kepada Kyai Hasyim dan setelah lulus dari pesantren Tebuireng, Jombang, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian tampil sebagai tokoh dan ulama kondang dan luas, antara lain:
KH Abdul Wahab Hasbullah, Pesantren Tambak Beras, Jombang
KH Bisri Syansuri, Pesantren Denanyar, Jombang
KH R As'ad Syamsul Arifin
KH Wahid Hasyim (anaknya)
KH Achmad Shiddiq
Syekh Sa'dullah al-Maimani (mufti di Bombay, India)
Syekh Umar Hamdan (ahli hadis di Makkah)
Al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria)
KH R Asnawi (Kudus)
KH Dahlan (Kudus)
KH Shaleh (Tayu)
KH Bisri Syansuri, Pesantren Denanyar, Jombang
KH R As'ad Syamsul Arifin
KH Wahid Hasyim (anaknya)
KH Achmad Shiddiq
Syekh Sa'dullah al-Maimani (mufti di Bombay, India)
Syekh Umar Hamdan (ahli hadis di Makkah)
Al-Syihab Ahmad ibn Abdullah (Syiria)
KH R Asnawi (Kudus)
KH Dahlan (Kudus)
KH Shaleh (Tayu)
(Keturunan)
Berikut disampaikan silsilah pendahulu sampai dengan tingkat cucu
Berikut disampaikan silsilah pendahulu sampai dengan tingkat cucu
Nyai Khodijah, istri pertama yang merupakan anak perempuan dari Kyai Ya'qub, Sidoarjo. Meninggal dunia Selama Kyai Hasyim Asy'ari menuntut ilmu di
Mekah Nyai Nafiqoh, istri kedua, setelah istri pertama wafat, yaitu putri dari Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun.
Mekah Nyai Nafiqoh, istri kedua, setelah istri pertama wafat, yaitu putri dari Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun.
Putra-putri dari Nyai Nafiqoh
(1) Hannah
(2) Khoiriyah
(3) Aisyah
(4) Azzah
(5) Abdul Wahid atau sering juga disebut sebagai Wahid Hasyim
(6) Abdul Hakim (Abdul Kholik)
(7) Abdul Karim
(8 ) Abdul Karim (8) ) Ubaidillah
(9) Mashuroh
(10) Muhammad Yusuf
(1) Hannah
(2) Khoiriyah
(3) Aisyah
(4) Azzah
(5) Abdul Wahid atau sering juga disebut sebagai Wahid Hasyim
(6) Abdul Hakim (Abdul Kholik)
(7) Abdul Karim
(8 ) Abdul Karim (8) ) Ubaidillah
(9) Mashuroh
(10) Muhammad Yusuf
Nyai Masruroh, istri ketiga, setelah istri kedua wafat, yaitu putri dari Kyai Hasan, pengasuh pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kyai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu:
(1) Abdul Qodir
(2) Fatimah
(3) Khotijah
(4) Muhammad Ya'kub
(2) Fatimah
(3) Khotijah
(4) Muhammad Ya'kub
Jasa dan Karya Beliau!
Jasa Bagi Ahlussunnah wal Jamaah:
Komite Hijaz, sebagai Benteng Islam Tradisional
Jasa Bagi Ahlussunnah wal Jamaah:
Komite Hijaz, sebagai Benteng Islam Tradisional
Sejarah Nahdlatul Ulama dan Kebangsaan serta Komite Hijaz
Kemampuannya dalam ilmu hadits, diwarisi dari gurunya, Syaikh Mahfudz At-Tarmasi di Mekkah. Selama 7 tahun Hasyim berguru untuk Syaikh ternama asal Pacitan, Jawa Timur itu. Disamping Syaikh Mahfudh, Hasyim juga menimba ilmu untuk Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau. Kepada guru besar itu pulalah Kyai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, berguru. Jadi, antara KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan sebenarnya guru tunggal.
Yang perlu ditekankan, saat Hasyim belajar di Mekkah, Muhammad Abduh sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pembaharuan mempelajari Islam. Dan diakui, buah pikiran Abduh itu sangat mempengaruhi proses perjalanan ummat Islam selanjutnya. Lebih baik dikupas Deliar Noer, ide-ide reformasi Islam yang dikeluarkan oleh Abduh yang dilepaskan dari Mesir, telah menarik perhatian santri-santri Indonesia yang sedang belajar di Mekkah. Termasuk Hasyim Tentu saja. Gagasan Reformasi Abduh adalah yang pertama mengundang umat Islam untuk memurnikan kembali Islam dari segi pengamalan dan praktik keagamaan yang bukan dari Islam. Kedua, reformasi pendidikan Islam di tingkat universitas; dan tiga, mengkaji dan merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan kehidupan modern; dan Empat, mempertahankan Islam. Usaha Abduh merumuskan doktrin-doktrin Islam untuk memenuhi kebutuhan kehidupan modern pertama yang disetujui agar dapat Islam dapat kembali ke yang terbaik di lapangan sosial, politik dan pendidikan. Dengan alasan inilah Abduh melancarkan ide agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan mereka kepada pola pikir para mazhab dan agar ummat Islam membuka segala bentuk praktik tarekat. Syaikh Ahmad Khatib mendukung beberapa pemikiran Abduh, Sementara ia berbeda dalam beberapa hal. Beberapa santri Syaikh Khatib kompilasi kembali ke Indonesia ada yang mengembangkan ide-ide Abduh itu. Diangkat adalah KH Ahmad Dahlan yang kemudian mengumpulkan Muhammadiyah. Tidak demikian dengan Hasyim. Ia sebenarnya juga menerima ide-ide Abduh untuk menyemangatkan kembali Islam, Tapi ia menolak pemikiran Abduh agar Islam melepaskan diri dari keterikatan mazhab. Ia berkeyakinan bahwa tidak mungkin untuk membantah maksud yang sebenarnya dari ajaran-Al Qur'an dan Hadist tanpa diskusi pendapat-pendapat para ulama besar yang tergabung dalam sistem mazhab. Untuk membaca Al-Qur'an dan Hadist tanpa membaca dan membaca buku-buku para ulama mazhab hanya akan menghasilkan pemutarbalikan saja dari ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, demikian tulis Dhofier. Dalam hal tarekat, Hasyim tidak menganggap semua bentuk praktik keagamaan itu salah dan membantah dengan ajaran Islam. Hanya, ia berpesan agar ummat Islam berhati-hati jika diaktifkan kehidupan tarekat. Dalam perkembangannya, benturan pendapat antara golongan bermazhab yang diwakili kalangan pesantren (sering disebut kelompok tradisional), dengan yang tidak bermazhab (diwakili Muhammadiyah dan Persis, sering disebut kelompok modernis) itu memang kerap tidak terelakkan. Puncaknya adalah saat Konggres Al Islam IV yang diselenggarakan di Bandung. Konggres itu dibuat dalam rangka mencari masukan dari berbagai kelompok ummat Islam, untuk dibawa ke Konggres Ummat Islam di Mekkah.
Karena aspirasi golongan tradisional tidak tertampung di tempat yang ditentukan, terpeliharanya tempat-tempat penting, mulai Rasulullah hingga para sahabat) kelompok ini memulai pembuatan Komite Hijaz. Komite yang dipelopori KH. Abdul Wahab Hasbullah mengajukan permohonan aspirasi kelompok tradisional kepada penguasa Arab Saudi. Atas restu Kyai Hasyim, Komite inilah yang pada 31 Februari l926 menjelma jadi Nahdlatul Ulama (NU) yang berarti menerima ulama.
Setelah NU berdiri sebagai pemimpin tradisional kian kuat. Terbukti, pada 1937 kompilasi beberapa ormas Islam membentuk badan federasi partai dan perhimpunan Islam Indonesia yang terkenal dengan sebuta MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) Kyai Hasyim, pembuat pembuatan ketuanya. Ia juga tidak pernah memimpin Masyumi, partai politik Islam terbesar yang pernah ada di Indonesia.
Penjajahan panjang yang mengungkung bangsa Indonesia, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Pada tahun 1908 muncul sebuah gerakan yang sekarang disebut Gerakan Kebangkitan Nasional. Semangat Kebangkitan Nasional terus menyebar ke mana-mana, sehingga muncullah berbagai organisasi pendidikan, sosial, dan keagamaan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) tahun 1916, dan Taswirul Afkar tahun 1918 (juga dikenal dengan Nahdlatul Fikri atau Kebangkitan Pemikiran). Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar (Pergerakan Kaum Saudagar). Serikat itu dijadikan dasar untuk memperbaiki anggaran rakyat.
Dengan adanya Nahdlatul Tujjar, maka Taswirul Afkar menampilkan sebagi kelompok studio dan lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. Tokoh utama dibalik pendirian tafwirul afkar adalah, KH Abdul Wahab Hasbullah (tokoh muda pengasuh PP. Bahrul Ulum Tambakberas), yang juga murid hadratus Syaikh. Kelompok ini lahir sebagai bentuk kepedulian para ulama terhadap tantangan zaman di kala itu, baik dalam masalah agama, pendidikan, sosial, dan politik.
Pada masa itu, Raja Arab Saudi, Ibnu Saud, berencana menjadikan madzhab Salafi-Wahabi sebagai madzhab resmi Negara. Dia juga merencanakan semua peninggalan sejarah Islam yang selama ini banyak diziarahi kaum Muslimin, karena dianggap bid'ah.
Di Indonesia, rencana tersebut mendapat sambutan hangat dari kalangan modernis seperti Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, juga PSII di bahwah pimpinan HOS Tjokroaminoto. Memilih, menentang pesantren yang menghormati keberagaman, menolak dengan alasan itu menentang madzhab dan menghancurkan warisan peradaban itu. Tuntutan yang dikeluarkan oleh Kongres Al Islam juga tidak dilibatkan sebagai delegasi di Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah, yang akan mengesahkan keputusan tersebut.
Didorong oleh semangat untuk mencapai kebebasan bermadzhab dan rasa kepedulian terhadap pelestarian warisan peradaban, maka Kyai Hasyim bersama para pengasuh pesantren lainnya, membuat delegasi yang dinamai Komite Hijaz. Komite yang diketuai KH Abdul Wahab Hasbullah ini datang ke Arab Saudi dan meminta Raja Ibnu Saud untuk mengurungkan niatnya. Pada saat yang hampir bersamaan, datang pula tantangan dari berbagai penjuru dunia atas rencana Ibnu Saud, sehingga rencana tersebut digagalkan. Buat, sampai saat ini umat Islam bebas melaksanakan ibadah di Mekah sesuai dengan madzhab masing-masing. Itulah peran internasional, pesantren pertama, yang berhasil mendapatkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
Mendirikan Nahdlatul Ulama
Mendirikan Nahdlatul Ulama
Tahun 1924, kelompok diskusi Taswirul Afkar ingin mengembangkan sayapnya dengan mendirikan sebuah organisasi yang membuat ruang lingkupnya lebih besar. Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari yang dimintai persetujuannya, meminta waktu untuk mengerjakan salat istikharah, menohon petunjuk dari Allah.
Dinanti-nanti sekian lama, petunjuk itu belum juga datang. Kyai Hasyim sangat gelisah. Dalam hati kecilnya ingin berjumpa dengan gurunya, KH Kholil bin Abdul Latif, Bangkalan.
Sementara nun jauh di Bangkalan sana, Kyai Khalil telah mengetahui apa yang dimaksud Kyai Hasyim. Kyai Kholil lalu mengutus salah satu orang santrinya yang bernama As'ad Syamsul Arifin (kelak KH R As'ad Syamsul Arifin menjadi pengasuh PP Salafiyah Syafiiyah Situbondo), untuk memberikan tasbih kepada Kyai Hasyim di Tebuireng. Pemuda As'ad juga dipesani agar setiba di Tebuireng membacakan surat Thaha ayat 23 untuk Kyai Hasyim.
Ketika Kyai Hasyim menerima kedatangan As'ad, dan mendengarkan ayat tersebut, disambut langsung bergentar. ”Keinginanku untuk membuat jamiyah agaknya akan meningkat,” katanya sambil meneteskan airmata.
Waktu terus berjalan, akan tetapi belum terealisasi. Agaknya Kyai Hasyim masih menunggu kemantapan hati.
Satu tahun kemudian (1925), pemuda As'ad kembali datang menemui Hadratus Syaikh. ”Kyai, saya diutus oleh Kyai Kholil untuk menyampaikan tasbih ini,” ujar pemuda Asad sambil menunjukkan tasbih yang dikalungkan Kyai Kholil di lehernya. Tangan As'ad belum pernah membahas tasbih sersebut, meskipun perjalanan antara Bangkalan menuju Tebuireng melewati jauh dan banyak rintangan. Bahkan ia rela tidak mandi selama dalam perjalanan, sebab khawatir mengenai pertentangan tasbih. Ia memiliki prinsip, ”kalung ini yang dirilis adalah Kyai, maka yang bisa dilepaskan juga harus Kyai”. Inilah salah satu sikap ketaatan santri kepada guru.
”Kyai Kholil juga meminta untuk mengamalkan wirid Ya Jabbar, Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As'ad.
Kehadiran As'ad yang kedua ini membuat hati Kyai Hasyim semakin mantap. Hadratus Syaikh berunding meminta maaf karena ia meminta kawan-kawannya mengumpulkan organisai / jam'iyah. Inilah jawaban yang dinanti-tanggapan melalui salat istikharah.
Sayangnya, sebelum disukai itu terwujud, Kyai Kholil sudah meninggal dunia terlebih dahulu.
Pada tanggal 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926M, organisasi ini secara resmi didirikan, dengan nama Nahdhatul Ulama ', yang berarti memulai ulama. Kyai Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar pertama. Kelak, jam'iyah ini menjadi organisasi dengan anggota terbesar di Indonesia, bahkan di Asia.
Sebagaimana diketahui, saat itu (bahkan hingga kini) dalam dunia Islam terdapat pertentangan faham, antara faham pembaharuan yang dilancarkan Muhammad Abduh dari Mesir dengan faham bermadzhab yang menerima praktek tarekat. Ide reformasi Muhammad Abduh antara lain bertujuan memurnikan kembali ajaran Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang bukan berasal dari Islam, mereformasi pendidikan Islam di tingkat universitas, dan mengkaji serta merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan kehidupan modern. Dengan ini Abduh melancarakan ide agar umat Islam terlepas dari pola pemikiran madzhab dan meninggalkan segala bentuk praktek tarekat.
Semangat Abduh juga memengaruhi masyarakat Indonesia, sebagian besar di kawasan Sumatera yang dibawa oleh para mahasiswa yang belajar di Mekkah. Sedangkan di Jawa dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan melalui organisasi Muhammadiyah (berdiri tahun 1912).
Kyai Hasyim pada prinsipnya menerima ide Muhammad Abduh untuk mendorong kembali ajaran Islam, akan tetapi menolak melepaskan diri dari keterikatan madzhab. Sebab dalam pandangannya, umat Islam sangat sulit memahami Al Quran atau Hadits tanpa membahas kitab-kitab para ulama madzhab. Pemikiran yang menegaskan dari Kyai Hasyim ini mendapat dukungan para Kyai di seluruh tanah Jawa dan Madura. Kyai Hasyim yang saat itu menjadi ”kiblat” para Kyai, berhasil menyatukan mereka melalui pendirian Nahdlatul Ulama 'ini.
Pada saat pembentukan organisasi, gerakan kebangsaan membentuk Majelis Islam 'Ala Indonesia (MIAI), Kyai Hasyim dengan putranya KH Wahid Hasyim, diangkat sebagai pimpinannya (periode tahun 1937-1942).
Mendirikan Pesantren Tebuireng
Mendirikan Pesantren Tebuireng
Tahun 1899, Kyai Hasyim membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh Tebuireng. Letaknya kira-kira 200 meter sebelah Barat Pabrik Gula Cukir, pabrik yang telah berdiri sejak tahun 1870. Dukuh Tebuireng terletak di arah timur Desa Keras, kurang lebih 1 km. Di sana dia membangun sebuah bangunan yang terbuat dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat tinggal.
Dari tratak kecil inilah embrio Pesantren Tebuireng dimulai. Kyai Hasyim mengajar dan salat berjamaah di tratak bagian depan, sedangkan tratak bagian belakang dibuat tempat tinggal. Saat itu santrinya meningkat 8 orang, dan tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang.
Setelah dua tahun membangun pesantren Tebuireng, Jombang, Kyai Hasyim kembali harus kehilangan istri tercintanya, Nyai Khodijah. Saat itu perjuangan mereka sudah menampakkan hasil yang menggembirakan.
Kyai Hasyim kemudian menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh, putri Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan ini Kyai Hasyim dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4) Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul Karim, (8) Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf.
Pada akhir 1920an, Nyai Nafiqoh sebagai Kyai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri Kyai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kyai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu: (1) Abdul Qodir, (2) Fatimah, (3) Khotijah, (4) Muhammad Ya'kub.
Jasa Bagi Indonesia
(Resolusi Jihad)
(Resolusi Jihad)
Peran beliau dalam Kemerdekaan Indonesia
Perjuangan dan Penjajahan Karena pengaruhnya yang demikian kuat, maka Kyai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya. Di membantah dia pernah dianugerahi bintang jasa pada tahun 1937, tapi ditolaknya. Justru Kyai Hasyim sempat membuat Belanda kelimpungan. Pertama, ia berfokus pada perang melawan Belanda adalah perang suci. Belanda kemudian sangat kerepotan, karena perlawanan gigih melawan penjajah muncul di mana-mana. Kedua, Kyai Hasyim juga pernah mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda. Fatwa ini diterbitkan dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas. Keruan saja, Van der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung. Karena banyak ummat Islam yang telah menyetujui diri sendiri kemudian mengurungkan niatnya.
Namun sempat juga Kyai Hasyim membuka penjara 3 bulan pada l942. Tidak jelas alasan Jepang menentang Kyai Hasyim. Mungkin, karena sikapnya tidak kooperatif dengan penjajah. Uniknya, saking khidmatnya ke gurunya, ada yang minta santri ikut dipenjarakan bersama Kyainya itu.
Masa awal perjuangan Kyai Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin cepatnya penjajah Belanda melawan rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak segan-segan penduduk yang dianggap melanggar undang-undang penjajah. Pesantren Tebuireng, Jombang pun tak luput dari tujuan represif Belanda.
Pada tahun 1913 M., intel Belanda mengirim pencuri untuk membuat keonaran di Tebuireng. Namun dia berhasil dan dihajar beramai-ramai oleh santri hingga tewas. Peristiwa ini digunakan oleh Belanda untuk menyetujui Kyai Hasyim dengan menyetujui pembunuhan.
Dalam pemeriksaan, Kyai Hasyim yang sangat piawai dengan hukum-hukum Belanda, mampu menepis semua persyaratan tersebut dengan pengawasan. Akhirnya beliau dilepaskan dari jeratan hukum.
Belum puas dengan cara adu domba, Belanda kemudian mengirim beberapa kompi untuk memporak-porandakan pesantren yang baru berdiri 10-an tahun itu. Menentang, hampir seluruh bangunan pesantren porak-poranda, dan kitab-kitab dihancurkan serta dibakar. Perlakuan represif Belanda ini terus berlangsung hingga masa-masa revolusi Fisik Tahun 1940an.
Pada bulan Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerahkan kepada Jepang di Kalijati, dekat Bandung, sehingga fakta dan de jure, kekuasaan Indonesia bergerak tangan ke tentara Jepang. Pendudukan Dai Nippon, pemilihan datangnya yang baru bagi kalangan Islam. Berbeda dengan Belanda yang mewakili Islam, Jepang mendukung kebijakan represi dan kooptasi, sebagai upaya untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim.
Salah satu persetujuan represif Jepang adalah penahanan terhadap Hadratus Syaikh ikut kontribusi putera dan kerabatnya. Ini dilakukan karena Kyai Hasyim menolak melakukan seikerei. Yaitu menerima berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan untuk Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara Jepang.
Kyai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah lah yang wajib disembah, bukan manusia. Dipindahkan, Kyai Hasyim ditangkap dan dipindahkan secara bergeser, mulai dari Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan, Surabaya. Karena kesetiaan dan keyakinan bahwa Hadratus Syaikh berada di pihak yang benar, sejumlah santri Selama dalam tahanan, Kyai Hasyim meningkatkan banyak penyiksaan fisik sehingga salah satu jari berubah menjadi patah tak bisa digerakkan.
Setelah penahanan Hadratus Syaikh, segenap kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng, Jombang dan total. Penahanan itu juga berhasil keluarga Hadratus Syaikh tercerai berai. Isteri Kyai Hasyim, Nyai Masruroh, harus mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat Kota Jombang.
Tanggal 18 Agustus 1942, setelah 4 bulan dipenjara, Kyai Hasyim dibayar oleh Jepang karena banyaknya protes dari para Kyai dan santri. Selain itu, pembebasan Kyai Hasyim juga berkat usaha dari KH Wahid Hasyim dan KH Abdul Wahab Hasbullah dalam meminta pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta.
Tanggal 22 Oktober 1945, kompilasi tentara NICA (Administrasi Sipil India Belanda) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mendukung tawanan Jepang, Kyai Hasyim bersama para ulama menyerukan jawaban Jihad melawan misi gabungan NICA dan Inggris tersebut. Resolusi Jihad disetujui di kantor NU Bubutan, Surabaya. Memenangkan, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengarkan Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa saja untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 Nopember kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Pada tanggal 7 Nopember 1945 — tiga hari sebelum meletusnya perang 10 Nopember 1945 di Surabaya — umat Islam membentuk partai politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi). Pembentukan Masyumi merupakan salah satu langkah penyelesaian umat Islam dari berbagai faham. Kyai Hasyim diangkat sebagai Ro'is 'Am (Ketua Umum) pertama periode tahun 1945-1947.
Selama masa perjuangan mengusir penjajah, Kyai Hasyim dikenal sebagai penganjur, penasehat, serta jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin. Bahkan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo senantiasa meminta petunjuk kepada Kyai Hasyim.
Kisah Teladan Beliau
Kesan Akhlak dan Kecerdasan:
Pernah terjadi dialog yang ditampilkan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy'ari dengan KH Cholil Bangkalan, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa ini adalah murid Tuan, ”kata Mbah Cholil, begitu Kyai dari Madura ini populer diangkat.
Kyai Hasyim menjawab, “Sungguh aku tidak berhak kalau Tuan Guru akan membebaskan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya. ”
Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap mempertahankan dengan niatnya. "Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, itu akan kami pelajari di sini, ilmu-ilmu tuan, dan berguru untuk Tuan," katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kyai Hasyim tidak bisa bertindak selain menerimanya sebagai santri.
Lucunya, kompilasi dari masjid usai shalat berjamaah, cepat-cepat menuju tempat sandal, kadang-kadang saling mendahului, karena harus dipasang ke kaki gurunya.
Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang siswa akhirnya lebih baik diselesaikan gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang memuji Kyai Hasyim juga KH Cholil Bangkalan adalah kemuliaan akhlak. Terkait memilih kerendahan hati dan saling menghargai, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita.
Mbah Cholil adalah Kyai yang sangat termasyhur pada jamannya. Hampir semua pemilik NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini.
Sementara Kyai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan hanya ia yang memimpin sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat bagi para ulama, tetapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits. Setiap Ramadhan Kyai Hasyim punya 'tradisi' menggelar kajian hadits Bukhari dan Muslim selama musim suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian ummat Islam.
Maka tak heran bila pesertanya datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk bekas gurunya sendiri, KH Cholil Bangkalan. Ribuan santri menimba ilmu untuk Kyai Hasyim. Setelah lulus dari Tebuireng, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian muncul sebagai tokoh dan ulama kondang dan mengubah luas. KH Abdul Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH R As'ad Syamsul Arifin, KH Wahid Hasyim (putaran) dan KH Achmad Shiddiq adalah beberapa ulama populer yang pernah menjadi santri Kyai Hasyim.
Tidak ada lagi pada abad ke 20 Tebuireng merupakan pesantren terbesar di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku 'Tradisi Pesantren', mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syaikh (Tuan Guru Besar) kepada Kyai Hasyim.
Lihat Cincin Gurunya dari Lubang WC
Salah satu rahasia seorang murid bisa berhasil mendapatkan ilmu dari gurunya adalah taat dan memberi hormat kepada gurunya. Guru ada lah yang punya ilmu. Sementara murid adalah orang yang mendapatkan ilmu dari sang guru. Seorang siswa harus berbakti kepada gurunya. Dia tidak bisa membantah, tetapi harus mengeluarkan perintah sang guru (kecuali jika gurunya meminta ajaran yang tercela dan bertentangan dengan syariat Islam maka sang murid wajib tidak menurutinya). Kalau titah guru baii, murid tidak boleh membantahnya.
Inilah yang dilakukan Kyai Hasyim Asy'ari (Pendiri Nahdlatul 'Ulama). Dia nyantri kepada KH Cholil Bangkalan, Bangkalan. Di pondok milik Kyai Kholil, Kyai Hasyim dididik akhlaknya. Saban hari, Kyai Hasyim disuruh gurunya angon (merawat) sapi dan kambing. Kyai Hasyim disuruh membersihkan kandang dan mencari rumput. Ilmu yang diberikan Kyai Kholil kepada muridnya itu bukan ilmu teoretis, melainkan ilmu pragmatis. Langsung penerapan.
Sebagai murid, Kyai Hasyim tidak pernah ngersulo (memenuhi) disuruh gurunya angon sapi dan kambing. Dia terima titah gurunya untuk khidmat bagi guru. Dia sadar akan ilmu dari gunya akan berhasil meminta sang guru ridlo untuk muridnya. Inilah yang dicari Kyai Hasyim, yaitu guru keridoan. Dia tidak hanya berhadap-hadapan dengan teoretis Kyai Kholil tetapi lebih dari itu, yang seharusnya berkah dari KH Cholil Bangkalan.
Kalau anak santri sekarang dimodel seperti ini, mungkin tidak tahan dan langsung keluar dari pondok. Anak santri sekarang lebih mengutamakan mencari ilmu teoretis. Mencari ilmu fikih, ilmu hadits, ilmu nahwu shorof, dan sebagainya. Sementara ilmu “akhlak” terapannya malah kurang diperhatikan.
Suatu hari, seperti biasa Kyai Hasyim setelah memasukkan sapi dan kambing ke kandangnya, Kyai Hasyim langsung mandi dan sholat Ashar. Sebelum mandi, Kyai Hasyim melihat gurunya, Kyai Kholil termenung sendiri. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di hati sang guru. Maka diberanikanlah oleh Kyai Hasyim untuk bertanya kepada Kyai Kholil.
"Ada apa gerangan wahai guru kok kelihatan sedih," tanya Kyai Hasyim kepada KH Cholil Bangkalan.
”Bagaimana tidak sedih, wahai muridku. Cincin bantuan istriku jatuh di kamar mandi. Lalu masuk ke lubang penyelesaian akhir (septictank), ”jawab Kyai Kholil dengan nada sedih.
Mendengar jawaban sang guru, Kyai Hasyim segera meminta ijin untuk membantunya mencabut cincin yang sudah diijini. Langsung saja Kyai Hasyim masuk ke kamar mandi dan membongkar septictank (kakus). Bisa dibayangkan, disebut kakus, bagaimana dan isinya apa saja. Namun Kyai Hasyim karena menghargai dan membantah guru tidak berpikir panjang. Dia langsung masuk ke septictank itu dan dikeluarkan isinya. Setelah dikuras seluruhnya, dan badan Kyai Hasyim penuh dengan kotoran, akhirnya cincin miliknya berhasil ditemukan.
Betapa riangnya sang guru melihat muridnya telah berhasil mencabut cincinnya itu. Sampai terucap doa: “Aku ridho padamu wahai Hasyim, Kudoakan dengan pengabdianmu dan ketulusanmu, derajatmu ditinggikan. Engkau akan menjadi orang besar, tokoh panutan, dan semua orang cinta padamu ”.
Demikianlah doa yang keluar dari KH Cholil Bangkalan. Karena yang berdoa seorang wali, ya mustajab. Tiada yang memungkiri bahwa di kemudian hari, Kyai Hasyim menjadi ulama besar. Kenapa bisa begitu? Disamping karena Kyai Hasyim adalah pilihan pribadi, ia mendapat “berkah” dari gurunya karena gurunya dihidupkan.
0 Response to "Biografi KH. HASYIM ASYARI"
Post a Comment